Kota Parakan tidak dapat
dilepaskan dari sejarah perjuangan bangsa, dari kota kecil di lembah
Sumbing-Sindoro ini pada tahun 1945 telah mengobarkan semangat para pemuda
pejuang dalam mengusir pendudukan penjajah pasca proklamasi kemerdekaan. Sejak perlucutan
senjata Dai Nippon (September 1945) kota Parakan sangat identik dengan semangat
Bambu Runcing, berawal dari sugesti beberapa Kyai karismatik seperti KH Subchi,
KR Sumodihardho, KH Abdurrahman, Kyai Ali dan beberapa ulama terkemuka Parakan,
berkobarlah semangat jihad para pemuda.
Para Kyai tersebut membekali pemuda dengan do’a, asma’ banyu wani (air putih yang
diberi do’a) dan senjata bambu runcing (Oktober 1945). Sungguh peralatan perang
yang tidak sepadan dengan senjata musuh yang modern, namun betapapun canggih
senjata musuh tetap tidak dapat mengalahkan semangat jihad pemuda dalam membela
bangsa. Dan kabar tentang keampuhan Bambu Runcing cepat menyebar ke segala
penjuru, sejak saat itu ribuan pejuang dari berbagai daerah datang ke kota
Parakan untuk menyepuh senjata Bambu Runcing (November 1945).
Peran para Kyai Parakan tidak
hanya berhenti disitu, atas petunjuk para Kyai tersebut, pada tanggal 27 November
1945 terjadilah pertemuan antara ulama’ dan umara’ di Pendopo Kawedanan
Parakan, untuk mensikapi pendudukan tentara sekutu di Magelang, yang tidak jauh
dari Temanggung. Hadir dalam pertemuan itu Bupati Temanggung Sutikwo, Wedono
Parakan Sastrodiprojo, dan Camat Parakan Mangunredjo, sedangkan dari ulama’
adalah KH Subchi, KR Sumodihardho, KH Abdurrahman, KH Nawawi, KH Abu Amar, Kyai
Ali, Kyai Ridwan, Kyai Sya’ban, Kyai Salim dan Kyai Sahid Baidhowi. Dalam
pertemuan itu terbentuklah Barisan Bambu Runcing yang diberi nama Barisan
Muslimin Temanggung (BMT), dan dikemudian hari BMT bergabung dengan Laskar
Hisbullah berhasil memukul mundur Pasukan Sekutu serta ikut andil dalam
penyerbuan di Ambahrawa yang terkenal dengan Pertempuran “Palagan Ambahrawa”.
Kini saksi bisu sejarah itu masih
berdiri tegak di Jl AIP Mungkar Parakan, sebuah bangunan Eks Kantor Kawedanan
berarsitektur gaya kolonial Belanda yang menurut manuskrip di atas pintu masuk, dibangun 20 April 1840
masa Wedono R. Soedirman. Generasi muda sekarang tidak banyak yang tahu tentang
kenangan heroik masa silam di kota kecil Parakan itu. Ada rasa kekhawatiran
kalau bangunan bersejarah itu dihilangkan untuk kepentingan lain, sebab di
antara tiga bangunan Eks Kawedanan di Kabupaten Temanggung, tinggal Kawedanan
Parakan yang masih eksis, itupun dengan kondisi eksisting yang memprihatinkan,
contoh kasus bangunan eks Kawedanan Temanggung sudah dirobohkan dan berganti
menjadi pusat perbelanjaan, sayang sekali.
Bagaimana mungkin generasi
mendatang akan dapat mengenal warisan semangat juang para pendahulunya kalau
bukti-bukti dan jejak petilasan sejarah sudah tiada lagi, sejarah perjuangan
akan hanya dikenal sebagai dongeng dan legenda tanpa bukti autentik. Mumpung
belum terlanjur berlarut dan hilang tanpa pesan, ada baiknya kalau bangunan Eks
Kawedanan Parakan ini dilestarikan dengan perlindungan hukum sebagai Bangunan
Cagar Budaya, dan akan lebih memberikan fungsi sejarah kalau Gedung Eks
Kawedanan Parakan ini dijadikan Museum Bambu Runcing, museum yang menyimpan
benda-benda peninggalan sejarah masa silam dan perjuangan rakyat Temanggung.
Namun bila melihat kondisi
bangunan saat ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu perlu adanya
rehabilitasi beberapa bagian yang telah rapuh dan rusak. Ada baiknya dipugar
ulang, elevasi lantai juga sudah menurun dari permukaan jalan raya, perlu
ditinggikan untuk mencegah air hujan masuk, serta menambah tampilan lebih gagah
dan anggun. Hal yang mutlak harus dipertahankan adalah keutuhan bentuk asli
bangunan. Sebagai ilustrasi apabila benar, bangunan Eks Kawedanan ini menjadi
museum, fungsi pendopo tetap menjadi tempat pertemuan, sedangkan bekas rumah
dinas Wedono di belakang pendopo bisa dijadikan tempat penyimpanan benda
bersejarah, dan bangunan di samping kanan pendopo yang dahulu adalah kantor
kawedanan tetap berfungsi sebagai kantor bagi badan pengelola museum. Kapan
lagi Kabupaten Temanggung memiliki museum, sekaligus melestarikan bangunan
Cagar Budaya. Dan yang lebih penting lagi adalah tetap lestarinya semangat
juang masyarakat Temanggung, agar tidak musnah di tengah serangan arus
teknologi informasi global yang bisa menyebabkan degradasi moral, budaya dan
nasionalisme bangsa.
Generasi muda parakan..terkontaminasi narkoba,sangat disayangkan..
BalasHapus