Galeri Foto

Selasa, 19 Mei 2015

GEDUNG EKS KAWEDANAN PARAKAN UNTUK MUSEUM BAMBU RUNCING



Kota Parakan tidak dapat dilepaskan dari sejarah perjuangan bangsa, dari kota kecil di lembah Sumbing-Sindoro ini pada tahun 1945 telah mengobarkan semangat para pemuda pejuang dalam mengusir pendudukan penjajah pasca proklamasi kemerdekaan. Sejak perlucutan senjata Dai Nippon (September 1945) kota Parakan sangat identik dengan semangat Bambu Runcing, berawal dari sugesti beberapa Kyai karismatik seperti KH Subchi, KR Sumodihardho, KH Abdurrahman, Kyai Ali dan beberapa ulama terkemuka Parakan, berkobarlah semangat jihad  para pemuda. Para Kyai tersebut membekali pemuda dengan do’a, asma’ banyu wani (air putih yang diberi do’a) dan senjata bambu runcing (Oktober 1945). Sungguh peralatan perang yang tidak sepadan dengan senjata musuh yang modern, namun betapapun canggih senjata musuh tetap tidak dapat mengalahkan semangat jihad pemuda dalam membela bangsa. Dan kabar tentang keampuhan Bambu Runcing cepat menyebar ke segala penjuru, sejak saat itu ribuan pejuang dari berbagai daerah datang ke kota Parakan untuk menyepuh senjata Bambu Runcing (November 1945).

Peran para Kyai Parakan tidak hanya berhenti disitu, atas petunjuk para Kyai tersebut, pada tanggal 27 November 1945 terjadilah pertemuan antara ulama’ dan umara’ di Pendopo Kawedanan Parakan, untuk mensikapi pendudukan tentara sekutu di Magelang, yang tidak jauh dari Temanggung. Hadir dalam pertemuan itu Bupati Temanggung Sutikwo, Wedono Parakan Sastrodiprojo, dan Camat Parakan Mangunredjo, sedangkan dari ulama’ adalah KH Subchi, KR Sumodihardho, KH Abdurrahman, KH Nawawi, KH Abu Amar, Kyai Ali, Kyai Ridwan, Kyai Sya’ban, Kyai Salim dan Kyai Sahid Baidhowi. Dalam pertemuan itu terbentuklah Barisan Bambu Runcing yang diberi nama Barisan Muslimin Temanggung (BMT), dan  dikemudian hari BMT bergabung dengan Laskar Hisbullah berhasil memukul mundur Pasukan Sekutu serta ikut andil dalam penyerbuan di Ambahrawa yang terkenal dengan Pertempuran “Palagan Ambahrawa”.


Kini saksi bisu sejarah itu masih berdiri tegak di Jl AIP Mungkar Parakan, sebuah bangunan Eks Kantor Kawedanan berarsitektur gaya kolonial Belanda yang menurut manuskrip  di atas pintu masuk, dibangun 20 April 1840 masa Wedono R. Soedirman. Generasi muda sekarang tidak banyak yang tahu tentang kenangan heroik masa silam di kota kecil Parakan itu. Ada rasa kekhawatiran kalau bangunan bersejarah itu dihilangkan untuk kepentingan lain, sebab di antara tiga bangunan Eks Kawedanan di Kabupaten Temanggung, tinggal Kawedanan Parakan yang masih eksis, itupun dengan kondisi eksisting yang memprihatinkan, contoh kasus bangunan eks Kawedanan Temanggung sudah dirobohkan dan berganti menjadi pusat perbelanjaan, sayang sekali.
Bagaimana mungkin generasi mendatang akan dapat mengenal warisan semangat juang para pendahulunya kalau bukti-bukti dan jejak petilasan sejarah sudah tiada lagi, sejarah perjuangan akan hanya dikenal sebagai dongeng dan legenda tanpa bukti autentik. Mumpung belum terlanjur berlarut dan hilang tanpa pesan, ada baiknya kalau bangunan Eks Kawedanan Parakan ini dilestarikan dengan perlindungan hukum sebagai Bangunan Cagar Budaya, dan akan lebih memberikan fungsi sejarah kalau Gedung Eks Kawedanan Parakan ini dijadikan Museum Bambu Runcing, museum yang menyimpan benda-benda peninggalan sejarah masa silam dan perjuangan rakyat Temanggung.
Namun bila melihat kondisi bangunan saat ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu perlu adanya rehabilitasi beberapa bagian yang telah rapuh dan rusak. Ada baiknya dipugar ulang, elevasi lantai juga sudah menurun dari permukaan jalan raya, perlu ditinggikan untuk mencegah air hujan masuk, serta menambah tampilan lebih gagah dan anggun. Hal yang mutlak harus dipertahankan adalah keutuhan bentuk asli bangunan. Sebagai ilustrasi apabila benar, bangunan Eks Kawedanan ini menjadi museum, fungsi pendopo tetap menjadi tempat pertemuan, sedangkan bekas rumah dinas Wedono di belakang pendopo bisa dijadikan tempat penyimpanan benda bersejarah, dan bangunan di samping kanan pendopo yang dahulu adalah kantor kawedanan tetap berfungsi sebagai kantor bagi badan pengelola museum. Kapan lagi Kabupaten Temanggung memiliki museum, sekaligus melestarikan bangunan Cagar Budaya. Dan yang lebih penting lagi adalah tetap lestarinya semangat juang masyarakat Temanggung, agar tidak musnah di tengah serangan arus teknologi informasi global yang bisa menyebabkan degradasi moral, budaya dan nasionalisme bangsa.   
 


1 komentar:

  1. Generasi muda parakan..terkontaminasi narkoba,sangat disayangkan..

    BalasHapus