Galeri Foto

Rabu, 29 April 2015

JATENG TERANCAM DARURAT SAMPAH



Wakil Ketua Komisi D DPRD Jateng Hadi Santoso mengatakan bahwa, dalam 10 tahun ke depan, Jawa Tengah diperkirakan darurat sampah. Setiap hari sekitar 16.628 meter kubik sampah diproduksi di provinsi ini, namun  tidak diimbangi dengan kemampuan pengelolaan, hanya 11.108 meter kubik yang terkelola perhari, sedangkan sekitar 5.000 meter kubik belum dapat dikelola. Sebuah analisis bahwa daya tampang 35 tempat pembuangan akhir (TPA) di seluruh Jawa Tengah hanya 63,50 juta ton.

“ Sampah terus menjadi persoalan serius yang dihadapi Pemprov Jawa Tengah. Kurang dari 10 tahun, sampai di wilayah ini tidak akan bisa ditangani jika pengelolaannya begitu-begitu saja, “ tutur Hadi Santosa.
Jateng tiap hari hanya mampu mengelola 5% sampah, membakar (tidak direkomendasikan) 10%, dan yang dibuat kompos hanya 5%. Sementara produksi sampah tiap hari terus meningkat, karena itu, perbaikan penanganan diperlukan dari hulu hingga hilir.
Pemprov Jateng sudah mengeluarkan Perda No. 3 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah di Jateng. Penganganan dari sumbernya secara khusus yang diatur dalam Pasal 67 ayat 1 menyebutkan, “ barang siapa dengan sengaja memasukkan dalam wilayah daerah, mengimpor sampah, mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun yang mengakibatkan pencemaran, akan mendapatkan sanksi kurungan paling lama tiga bulan atau denda Rp 50 juta.”

“ Sayang, masyarakat belum tahu, karena sosialisasi masih sangat minim. Perlu sosisalisasi perda secara massif ke masyarakat. Selain itu, Pemprov harus jemput bola dengan mendorong peraturan desa soal sampah, “ kata Hadi.
UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah Pasal 22 menyebutkan, seharusnya dilakukan pengelolaan dari hulu sampai hilir. Pemerintah harus melakukan pendekatan di hilir dengan aturan yang lebih lokal seperti dengan peraturan desa.
“ Salah satu masalah adalah tidak dikelolanya oleh satu SKPD. Di Jateng, pengelolaan sampah dari rumah ke tempat penampungan sementara (TPS) menjadi kewenangan Badan Lingkungan Hidup (BLH). Dari TPS ke TPA jadi kewenagan Dinas Ciptakaru,“ lanjut Hadi “ belum lagi, soal anggaran yang sangat terbatas yakni 0,18% dari APBD, seharusnya proporsi ini ditambah karena ini berdampak pada kesehatan dan kebersihan kota “

Begitulah kabar yang dilansir Suara Merdeka 29 April 2015, agaknya Hadi Santoso perlu turun ke daerah, karena tidak semua daerah mengabaikan pengelolaan sampah ini. Predikat Adipura di beberapa Kota dan Kabupaten adalah indikator berhasilnya pengelolaan lingkungan di daerah, khususnya pengelolaan sampah. Sosialisasi tentang penanganan sampah model 3R di tingkat hulu telah berjalan dengan intensif, contohnya di wilayah Temanggung permintaan pelatihan pengelolaan 3R justru datang dari hulu atas inisiatif masyarakat sendiri, mereka sangat antusias setelah melakukan study banding ke lingkungan yang telah berhasil sebelumnya seperti, TPST 3R Kebosari, Pengelolaan Bank Sampah Tawangsari dan Puri Kencana Temanggung. Di tempat tersebut mereka telah membuktikan sendiri bahwa sampah bukan lagi limbah yang tidak berguna namun dapat juga memberi berkah, dimana sampah organik dapat diolah menjadi kompos, sedangkan yang anorganik didaur-ulang menjadi aneka kerajinan benda berharga, dan yang termudah dijual langsung kepada para pengepul, tinggal residunya yang masuk ke TPA Sanggrahan.
TPA Sanggrahan adalah sebuah model tempat pemrosesan akhir yang menerapkan system Controlled Landfill, yang telah meminimalisir segala dampak lingkungan, dengan pengurugan tanah setiap lapis  permukaan, pengelolaan cairan leachate, instalasi penangkap gas methan untuk dimanfaatkan sebagai biogas.
Sekali-kali Hadi Santoso bersama Komisi D DPRD Jateng perlu mengunjungi Temanggung, melihat bahwa daerah tidak tinggal diam dengan persoalan sampah ini, dan tahun 2015 ini Temanggung tengah siap menyambut Adipura Kencana.

2 komentar:

  1. komunitas lingkungan hijau di temanggung, apa saja ya pak? dan adakah contact person yang bisa saya hubungi?

    BalasHapus