Wakil Ketua Komisi D DPRD Jateng Hadi Santoso
mengatakan bahwa, dalam 10 tahun ke depan, Jawa Tengah diperkirakan darurat
sampah. Setiap hari sekitar 16.628 meter kubik sampah diproduksi di provinsi
ini, namun tidak diimbangi dengan
kemampuan pengelolaan, hanya 11.108 meter kubik yang terkelola perhari, sedangkan
sekitar 5.000 meter kubik belum dapat dikelola. Sebuah analisis bahwa daya tampang
35 tempat pembuangan akhir (TPA) di seluruh Jawa Tengah hanya 63,50 juta ton.
Jateng tiap hari hanya mampu mengelola 5% sampah,
membakar (tidak direkomendasikan) 10%, dan yang dibuat kompos hanya 5%. Sementara
produksi sampah tiap hari terus meningkat, karena itu, perbaikan penanganan
diperlukan dari hulu hingga hilir.
Pemprov Jateng sudah mengeluarkan Perda No. 3 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Sampah di Jateng. Penganganan dari sumbernya secara
khusus yang diatur dalam Pasal 67 ayat 1 menyebutkan, “ barang siapa dengan
sengaja memasukkan dalam wilayah daerah, mengimpor sampah, mencampur sampah
dengan limbah berbahaya dan beracun yang mengakibatkan pencemaran, akan
mendapatkan sanksi kurungan paling lama tiga bulan atau denda Rp 50 juta.”
UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
Pasal 22 menyebutkan, seharusnya dilakukan pengelolaan dari hulu sampai hilir. Pemerintah
harus melakukan pendekatan di hilir dengan aturan yang lebih lokal seperti
dengan peraturan desa.
“ Salah satu masalah adalah tidak dikelolanya oleh
satu SKPD. Di Jateng, pengelolaan sampah dari rumah ke tempat penampungan sementara
(TPS) menjadi kewenangan Badan Lingkungan Hidup (BLH). Dari TPS ke TPA jadi
kewenagan Dinas Ciptakaru,“ lanjut Hadi “ belum lagi, soal anggaran yang sangat
terbatas yakni 0,18% dari APBD, seharusnya proporsi ini ditambah karena ini berdampak
pada kesehatan dan kebersihan kota “
Begitulah kabar yang dilansir Suara Merdeka 29
April 2015, agaknya Hadi Santoso perlu turun ke daerah, karena tidak semua
daerah mengabaikan pengelolaan sampah ini. Predikat Adipura di beberapa Kota
dan Kabupaten adalah indikator berhasilnya pengelolaan lingkungan di daerah,
khususnya pengelolaan sampah. Sosialisasi tentang penanganan sampah model 3R di
tingkat hulu telah berjalan dengan intensif, contohnya di wilayah Temanggung
permintaan pelatihan pengelolaan 3R justru datang dari hulu atas inisiatif masyarakat sendiri,
mereka sangat antusias setelah melakukan study banding ke lingkungan yang telah
berhasil sebelumnya seperti, TPST 3R Kebosari, Pengelolaan Bank Sampah Tawangsari
dan Puri Kencana Temanggung. Di tempat tersebut mereka telah membuktikan
sendiri bahwa sampah bukan lagi limbah yang tidak berguna namun dapat juga
memberi berkah, dimana sampah organik dapat diolah menjadi kompos, sedangkan
yang anorganik didaur-ulang menjadi aneka kerajinan benda berharga, dan yang
termudah dijual langsung kepada para pengepul, tinggal residunya yang masuk ke TPA
Sanggrahan.
TPA Sanggrahan adalah sebuah model tempat
pemrosesan akhir yang menerapkan system Controlled Landfill, yang telah
meminimalisir segala dampak lingkungan, dengan pengurugan tanah setiap lapis permukaan, pengelolaan cairan leachate,
instalasi penangkap gas methan untuk dimanfaatkan sebagai biogas.
Sekali-kali Hadi Santoso bersama Komisi D DPRD
Jateng perlu mengunjungi Temanggung, melihat bahwa daerah tidak tinggal diam
dengan persoalan sampah ini, dan tahun 2015 ini Temanggung tengah siap
menyambut Adipura Kencana.
Makasih pak arcom
BalasHapuskomunitas lingkungan hijau di temanggung, apa saja ya pak? dan adakah contact person yang bisa saya hubungi?
BalasHapus