Seorang
pelaku seni Temanggung pernah mengatakan bahwa
kesenian di republik ini belum mendapat tempat yang layak, terpinggirkan dan masih
dipandang sebelah mata. Salah satu indikatornya bisa dilihat dari minimnya
fasilitas yang dibangun pemerintah berupa prasarana dan sarana kreativitas para
seniman. Agaknya pemerintah terkesan alergi terhadap keberadaan seniman,
kalaulah ada yang mau membangun gedung kesenian atau taman budaya, tempatnya juga
berada di pinggiran yang tidak strategis, jauh dari keramaian, padahal mestinya
berada di lokasi yang mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Kabar burung dari negeri Temanggung, sekedar kicau ringan pengobat rindu kampung halaman.
Rabu, 08 April 2015
Selasa, 07 April 2015
CERITA DARI PETILASAN ANGLINGDARMA, DESA BOJONEGORO, KEDU
Legenda Anglingdarma tentu sangat familier dengan
kultur sosial masyarakat Jawa, Anglingdarma diyakini sebagai titisan Bathara
Wisnu yang lahir dari Dyah Pramesti putri Prabu Jayabaya. Saat dewasa
Anglingdarma membangun kerajaan Malawapati dan memboyong ibunya kerajaan
barunya. Anglingdarma berpermaisuri Dewi Setyawati putri Resi Maniksutra, dan
kakak Dewi Setyawati bernama Batikmadrim diangkat menjadi patihnya.
Suatu saat Anglingdarma harus melakukan lelana
bratha karena mengingkari janji sehidup semati dengan istrinya, saat istrinya
melakukan pati obong Anglingdarma urung mengikutinya. Dalam perjalanan
berkelana meninggalkan istana Anglingdarma dikutuk oleh tiga putri siluman
menjadi seekor belibis putih yang membawanya terbang ke Bojonegoro bertemu
dengan Dewi Ambarwati putri Prabu Dharmawangsa, Dewi Ambarwati jatuh cinta
kepada sang belibis putih karena bila malam hari berubah wujud menjadi pemuda
tampan, hubungan asmara kedua insan itu menyebabkan sang putri hamil dan
membuat Prabu Dharmawangsa murka, maka diutuslah seorang pertapa bernama Resi
Yogiswara untuk mengalahkan belibis putih yang sakti. Belibis sakti akhirnya
dikalahkan dan kembali berubah wujud menjadi Anglingdarma sedangkan Resi
Yogiswara berubah wujud menjadi Batikmadrim yang memang akan menjemput
Anglingdarma, karena masa hukuman lelana bratha sudah selesai.
Maka diboyonglah Dewi Ambarwati ke Malawapati untuk
menjadi permaisuri. Begitulah cerita singkat tentang Prabu Anglingdarma, lalu
korelasinya dengan tulisan dalam blog ini adalah bahwa di desa Bojonegoro Kecamatan
Kedu Temanggung ada sebuah situs yang oleh masyarakat setempat dipercaya
sebagai petilasan Prabu Anglingdarma.
SINAU KEDAULATAN BERSAMA CAK NUN DI ALUN-ALUN TEMANGGUNG (PART 2)
Masih sinau kedaulatan bersama Cak Nun dan Kyai Kanjeng dalam rangka menyambut musim tanam tembakau di alun-alun Temanggung lanjutan Jum'at (03/04/2015) malam kemarin. Hadir di hadapan ribuan warga Temanggung dalam acara tersebut para pejabat seperti yang terlihat di panggung Bupati Temanggung Bambang Sukarno, Wakil Bupati Irawan Prasetyadi, Dandim 0706 Temanggung Letkol Inf. Ganardyto Herry K, dan sejumlah tokoh masyarakat lainnya. Bersama bershalawat dengan iringan kelompok Kyai Kanjeng.
Senin, 06 April 2015
SINAU KEDAULATAN BERSAMA CAK NUN DI ALUN-ALUN TEMANGGUNG (PART 1)
Jum'at (03/04/2015) hujan turun sepanjang petang hari tak menyurutkan warga Temanggung, lebih-lebih para petani tembakau hadir ke alun-alun kota Temanggung untuk melakukan mujahadah bersama, menyambut musim tanam tembakau 2015 ini. Emha Ainun Najib atau akrab dipanggil Cak Nun sang kyai mbeling yang juga budayawan itu rupanya menjadi magnet dalam acara bertajuk Mujahadah Bersama Sambil " Sinau Kedaulatan Bersama Cak Nun dan Kyai Kanjeng " yang diselenggarakan Pemkab. Temanggung bekerjasama dengan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Temanggung, malam itu Cak Nun dihadirkan bersama kelompok Kyai Kanjengnya.
Langganan:
Postingan (Atom)