Seorang
pelaku seni Temanggung pernah mengatakan bahwa
kesenian di republik ini belum mendapat tempat yang layak, terpinggirkan dan masih
dipandang sebelah mata. Salah satu indikatornya bisa dilihat dari minimnya
fasilitas yang dibangun pemerintah berupa prasarana dan sarana kreativitas para
seniman. Agaknya pemerintah terkesan alergi terhadap keberadaan seniman,
kalaulah ada yang mau membangun gedung kesenian atau taman budaya, tempatnya juga
berada di pinggiran yang tidak strategis, jauh dari keramaian, padahal mestinya
berada di lokasi yang mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Kabupaten Temanggung sebenarnya memiliki
ratusan grup kesenian dengan berbagai genre kesenian rakyat, boleh dibilang
belum memiliki sarana berkesenian yang memadai. Memang sekarang
Pemkab.Temanggung telah selesai membangun Gedung Pemuda berlokasi berhadapan
dengan Perpustakaan Daerah, namun konsep pembangunannya belum dapat memfasilitasi pentas-pentas kesenian, lebih
tepat sebagai gedung pertemuan untuk keperluan resepsi pernikahan dan
sebagainya, masih jauh dari apresiasi terhadap aktifitas seni.
Mendesain sebuah gedung kesenian
memang butuh seorang ahli, tidak sekedar seorang insinyur sipil ataupun
arsitek, banyak pertimbangan yang harus diperhitungkan, tidak sekedar tampilan
yang megah, justru yang penting adalah penataan interior tempat dimana
pertunjukan berpentas harus difasilitasi dengan penataan audio akustik yang
tepat, kontur lantai dan penataan ruang yang memudahkan penonton di belakang
sekalipun dapat melihat pertunjukan tanpa halangan, dan masih banyak lagi
pertimbang teknis maupun non teknis.
Beberapa tahun silam Dewan Kesenian
Daerah (DKD) pernah mengusulkan kepada Pemkab. untuk membangun Taman Budaya
atau setidak-tidaknya Gedung Kesenian. Usulan murni aspirasi para seniman, muncul
karena perlunya prasarana yang memadai untuk menggelar pameran seni rupa atau
pentas-pentas seni lainnya, menyusul dirobohkannya Gedung Pemuda dan Kesenian
di Jalan Jenderal Sudirman, yang kemudian menjadi kantor kecamatan.
Usulan DKD saat itu direspon positif
oleh Bupati Temanggung Totok Ary Prabowo (November 2003), dengan janji akan
membangun Gedung Kesenian dan Taman Budaya, dan seiring waktu berjalan dengan
pergantian penguasa harapan seniman Temanggung tinggallah impian. Gedung Pemuda
yang dibangun belum dianggap bisa memadai, begitu juga Taman Pengayoman yang
konsep awalnya sebagai Taman Budaya menjadi taman publik ruang terbuka hijau.
Kegelisahan seniman Temanggung yang
belum mendapatkan “tempat” berekspresi ini berujung pada sebuah wacana, dan
sekedar usulan untuk memanfaatkan eks gedung bioskup City yang kini terlihat
mangkrak, dengan mengambil sebuah istilah “Tiada rotan akarpun berguna”.
Seorang teman dari event organizer cukup
beken di kota Temanggung pernah menggagas akan menyelenggarakan Festival 100
Band di gedung tersebut, entah kenapa sampai kini belum terrealisir, namun ada
baiknya juga kalau penyelenggaran di gedung itu dibatalkan, masalahnya struktur
bagunan gedung itu sudah sangat uzur, ada kemungkinan kerangka atap bangunan
juga sudah lapuk, bisa jadi saat pentas dengan sound system ribuan watt atap
gedung dapat roboh menerima frekuensi getaran keras. Warga Temanggung pasti masih ingat di tahun 70an saat Balai Desa Jampiroso roboh dipakai pesta perpisahan anak-anak SMEA Swadaya Temanggung, telah menelan banyak korban dan meninggalkan trauma yang mendalam.
Gedung Bioskup City yang yang diwacanakan tersebut saat ini
dibawah pengelolaan Kodim 0706 Temanggung mungkin cocok juga dijadikan Gedung
Kesenian Temanggung, tapi harus melalui perencanaan yang matang dan
kajian teknis, setidaknya konstruksi bangunan harus direhabilitasi dahulu, bila perlu
didesain ulang dengan penambahan fasilitas pendukung yang memadai, dan satu hal lagi yang menjadi pertanyaan, siapa yang mau membangun ?
Jadi para
seniman Temanggung mesti harus bersabar lagi nih !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar